Kandungan merkuri di air dan tanah Kelurahan Poboya, Kota Palu yang disebabkan oleh aktivitas penambangan emas merupakan masalah serius yang membutuhkan perhatian. Ini dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan dan perlu mendapat penanganan serius.
Merkuri adalah bahan yang sering digunakan dalam ekstraksi emas karena kemampuannya untuk membentuk amalgam dengan logam mulia ini. Dalam prosesnya, bijih emas dicampur dengan merkuri untuk menghasilkan dan mengekstraksi emas murni.
Pada bulan Agustus 2024, tiga mahasiswa dari Universitas Tadulako (Untad) Palu, yaitu Muh Rahmat Fadillah, Isrun, dan Sri Wahidah Prahastuti, mempublikasikan hasil penelitian mereka yang menemukan paparan bahan kimia di tanah Poboya, Kecamatan Palu Timur, Kota Palu.
Tiga mahasiswa menemukan kandungan bahan kimia jenis merkuri berkisar antara 0,0068-0,0305 ppm di tanah sekitar area pengolahan emas di Lagarutu, Kelurahan Poboya.
Poboya merupakan wilayah yang dikenal sebagai lokasi pertambangan emas terkemuka. Selain menjadi lahan milik PT Citra Palu Minerals (CPM), wilayah ini juga sering menjadi tempat aktivitas PETI (pertambangan emas tanpa izin) yang dilakukan oleh warga sekitar.
PETI (penambangan emas tanpa izin) telah beroperasi di Kelurahan Poboya dan Kecamatan Mantikulore, Kota Palu sejak tahun 2006.
Di kedua daerah ini, penambangan emas sering dilakukan oleh para penambang kecil tanpa memperhatikan prosedur yang aman dan ramah lingkungan. Sayangnya, limbah berbahaya yang mengandung merkuri sering dibuang secara sembarangan ke sungai atau tanah, menyebabkan pencemaran lingkungan yang serius.
Menurut Dr. Ir. Bambang Sardi, ST., MT., seorang dosen Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-MIPA) Universitas Tadulako (Untad) Palu, keberadaan merkuri di air dan tanah di wilayah Kota Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), terkait erat dengan aktivitas industri pengolahan emas, khususnya di daerah dengan pertambangan rakyat.
Baca Juga Disini : https://dprdkotapalu.com/